Kisah Kiai Sholeh Kuningan Blitar dan Anjing Milik Van Der Plas
Kisah Kiai Sholeh Kuningan Blitar dan Anjing Milik Van Der Plas
Oleh: Ahmad Karomi*
Kiai Sholeh bin Kiai Abu Mansur Kuningan Blitar merupakan putra tertua dari sembilan bersaudara. Menurut banyak penuturan, Kiai Sholeh (w.1930) dikenal pakar aqaid (tauhid) yang memiliki karakter tegas, keras namun sangat mengayomi, perhatian, peduli pada saudara-saudaranya.
Salah satu contoh bentuk kepedulian itu, Kiai Sholeh rela mengalah mondok demi adik-adiknya. Menurut alm. Kiai Munir (cucu Kiai Sholeh) Kuningan, Kiai Sholeh mondoknya belakangan lantaran mendahulukan adik-adiknya mondok. Sedangkan Kiai Sholeh selama di rumah membantu orang tuanya membajak sawah, bertani, bercocok tanam lalu hasilnya untuk bekal mondok adik-adiknya di bawah asuhan Syaikhona Kholil Bangkalan.
Meskipun Kiai Sholeh mondok belakangan, beliau masih "menangi" mondok di Bangkalan. Tercatat beberapa pondok yang pernah disinggahi di antaranya: pesantren Mojosari Nganjuk, pesantren Bangkalan, beberapa syaikh di Makkah, dan konon pernah berguru kepada Kiai Matlab Jepun Blitar dan Kiai Sholeh Darat selama seminggu hanya untuk berdiskusi tentang ilmu tauhid.
Ketertarikan di bidang aqaid bisa dijumpai dalam karyanya yang berjudul "Risalah aqaid", sebuah karya yang dinukil dari beberapa kitab tauhid kemudian dijelaskan menggunakan bahasa pegon. Tak pelak, nama Kiai Sholeh masyhur sehingga masyarakat sekitar hingga luar daerah Blitar tertarik untuk memperdalam ilmu tauhid kepada Kiai Sholeh Kuningan Blitar.
Kisah Kiai Sholeh vs Van Der Plas
Nama besar Kiai Sholeh di bidang tauhid didengar langsung oleh Gubernur Jawa Timur saat itu, yakni Charles Olke Van Der Plas. Sebagai kader dari Snouck Hugronje yang juga menguasai berbagai studi keislaman (konon hafal quran hadis) dan segala hal yang berkaitan dengan tradisi Kiai-kiai Jawa, Van Der Plas penasaran ingin berkunjung (sowan) dalam rangka ingin mengetahui seberapa dalam ilmu tauhid Kiai Sholeh.
Sesampainya di depan pelataran rumah Kiai Sholeh di Kuningan Blitar, Van Der Plas dan rombongannya dipersilahkan masuk. Perlu diketahui, bahwa Van Der Plas ini memiliki anjing kesayangan yang kerap diajak bepergian. Termasuk saat bertamu ke Kiai Sholeh diajak masuk. Melihat hal tersebut--kurang lebih narasi--Kiai Sholeh dawuh: "Tuan dan rombongan, silahkan duduk di alas saja, sebab kursi duduknya tidak cukup untuk anda semua". Van Der Plas dan rombongan pun menuruti tuan rumah tanpa banyak protes.
Kemudian, secara mengejutkan Kiai Sholeh berkata: "Oya, anjingnya itu silahkan ditempatkan di kursi duduk".
Spontan, Van Der Plas mengangkat suara dengan nada kesal: "Lho, apa-apaan ini? Kami disuruh duduk di alas sedangkan anjing ditempatkan di kursi empuk?Ini namanya penghinaan."
Kiai Sholeh memandang tajam Van Der Plas dan berkata: "Tuan, jangan terburu-buru marah. Sebentar, apakah anjing ini adalah anjing kesayangan anda?"
Van Der Plas menjawab: "benar, itu anjing kesayangan saya".
Kiai Sholeh kembali bertanya:"Tidak bolehkah saya memuliakan "sesuatu yang anda sayangi" melebihi diri anda?!". Van Der Plas pun tak berkutik dan diam seribu kata.
Kisah seputar Kiai Sholeh ini kerap menjadi perbincangan dzuriyyah dan tokoh-tokoh sepuh Blitar, karena memiliki paradigma yang unik dan menarik di bidang ilmu tauhid. Bahkan menurut penuturan Kiai Muhaimin Karang Kates, siapapun yang akan sowan Kiai Sholeh (termasuk keluarga) kudu membekali ilmu tauhid terlebih dahulu. Minimal jawaban argumentatif.
Pernah ada salah satu keponakan yang sowan Kiai Sholeh langsung ditanyai "Kamu kesini dengan siapa?"
Keponakan itu menjawab:
"piyambak/ijenan/sendirian", tiba-tiba ia langsung dipukul dengan kayu.
Bagi Kiai Sholeh, "Sing ijen iku mung Gusti Allah. Menungso iku gak mungkin ijenan, krono mesti dipantau Gusti Allah (Yang maha sendiri/esa itu hanya Allah. Manusia itu tidak mungkin sendirian, karena pasti dipantau Gusti Allah)".
Poin dari sekelumit kisah yang saya tangkap dari para sesepuh ini memberi pelajaran bahwa manusia kerap mendahulukan "keakuannya", yakni kerap melupakan segala hal yang dimiliki, diraih, dicapai sejatinya berstatus "pinjaman" dari Allah.
Bahkan, tak kepalang tanggung mereka mengeklaim segala kesuksesan, kepangkatan, kekayaan, kekuasaan dll adalah hasil dari jerih payah "dirinya sendiri" kemudian menomorsekiankan Allah.
Demikian pula tatkala rasa sayang, cinta pada dunia terlanjur menancap dalam ulu hati seseorang hingga ia melupakan Allah sang pemilik sejati, maka akan terasa sangat sakit dan perih pula saat dicabut dan diambil pemiliknya.
Semoga sekelumit coretan hasil dari sowan poro sesepuh ini bermanfaat, kawan.
____________
*PW LTNNU Jatim
from Kisah Kiai Sholeh Kuningan Blitar dan Anjing Milik Van Der Plas Halaqoh
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/11/kisah-kiai-sholeh-kuningan-blitar-dan.html Kisah Kiai Sholeh Kuningan Blitar dan Anjing Milik Van Der Plas
Oleh: Ahmad Karomi*
Kiai Sholeh bin Kiai Abu Mansur Kuningan Blitar merupakan putra tertua dari sembilan bersaudara. Menurut banyak penuturan, Kiai Sholeh (w.1930) dikenal pakar aqaid (tauhid) yang memiliki karakter tegas, keras namun sangat mengayomi, perhatian, peduli pada saudara-saudaranya.
Salah satu contoh bentuk kepedulian itu, Kiai Sholeh rela mengalah mondok demi adik-adiknya. Menurut alm. Kiai Munir (cucu Kiai Sholeh) Kuningan, Kiai Sholeh mondoknya belakangan lantaran mendahulukan adik-adiknya mondok. Sedangkan Kiai Sholeh selama di rumah membantu orang tuanya membajak sawah, bertani, bercocok tanam lalu hasilnya untuk bekal mondok adik-adiknya di bawah asuhan Syaikhona Kholil Bangkalan.
Meskipun Kiai Sholeh mondok belakangan, beliau masih "menangi" mondok di Bangkalan. Tercatat beberapa pondok yang pernah disinggahi di antaranya: pesantren Mojosari Nganjuk, pesantren Bangkalan, beberapa syaikh di Makkah, dan konon pernah berguru kepada Kiai Matlab Jepun Blitar dan Kiai Sholeh Darat selama seminggu hanya untuk berdiskusi tentang ilmu tauhid.
Ketertarikan di bidang aqaid bisa dijumpai dalam karyanya yang berjudul "Risalah aqaid", sebuah karya yang dinukil dari beberapa kitab tauhid kemudian dijelaskan menggunakan bahasa pegon. Tak pelak, nama Kiai Sholeh masyhur sehingga masyarakat sekitar hingga luar daerah Blitar tertarik untuk memperdalam ilmu tauhid kepada Kiai Sholeh Kuningan Blitar.
Kisah Kiai Sholeh vs Van Der Plas
Nama besar Kiai Sholeh di bidang tauhid didengar langsung oleh Gubernur Jawa Timur saat itu, yakni Charles Olke Van Der Plas. Sebagai kader dari Snouck Hugronje yang juga menguasai berbagai studi keislaman (konon hafal quran hadis) dan segala hal yang berkaitan dengan tradisi Kiai-kiai Jawa, Van Der Plas penasaran ingin berkunjung (sowan) dalam rangka ingin mengetahui seberapa dalam ilmu tauhid Kiai Sholeh.
Sesampainya di depan pelataran rumah Kiai Sholeh di Kuningan Blitar, Van Der Plas dan rombongannya dipersilahkan masuk. Perlu diketahui, bahwa Van Der Plas ini memiliki anjing kesayangan yang kerap diajak bepergian. Termasuk saat bertamu ke Kiai Sholeh diajak masuk. Melihat hal tersebut--kurang lebih narasi--Kiai Sholeh dawuh: "Tuan dan rombongan, silahkan duduk di alas saja, sebab kursi duduknya tidak cukup untuk anda semua". Van Der Plas dan rombongan pun menuruti tuan rumah tanpa banyak protes.
Kemudian, secara mengejutkan Kiai Sholeh berkata: "Oya, anjingnya itu silahkan ditempatkan di kursi duduk".
Spontan, Van Der Plas mengangkat suara dengan nada kesal: "Lho, apa-apaan ini? Kami disuruh duduk di alas sedangkan anjing ditempatkan di kursi empuk?Ini namanya penghinaan."
Kiai Sholeh memandang tajam Van Der Plas dan berkata: "Tuan, jangan terburu-buru marah. Sebentar, apakah anjing ini adalah anjing kesayangan anda?"
Van Der Plas menjawab: "benar, itu anjing kesayangan saya".
Kiai Sholeh kembali bertanya:"Tidak bolehkah saya memuliakan "sesuatu yang anda sayangi" melebihi diri anda?!". Van Der Plas pun tak berkutik dan diam seribu kata.
Kisah seputar Kiai Sholeh ini kerap menjadi perbincangan dzuriyyah dan tokoh-tokoh sepuh Blitar, karena memiliki paradigma yang unik dan menarik di bidang ilmu tauhid. Bahkan menurut penuturan Kiai Muhaimin Karang Kates, siapapun yang akan sowan Kiai Sholeh (termasuk keluarga) kudu membekali ilmu tauhid terlebih dahulu. Minimal jawaban argumentatif.
Pernah ada salah satu keponakan yang sowan Kiai Sholeh langsung ditanyai "Kamu kesini dengan siapa?"
Keponakan itu menjawab:
"piyambak/ijenan/sendirian", tiba-tiba ia langsung dipukul dengan kayu.
Bagi Kiai Sholeh, "Sing ijen iku mung Gusti Allah. Menungso iku gak mungkin ijenan, krono mesti dipantau Gusti Allah (Yang maha sendiri/esa itu hanya Allah. Manusia itu tidak mungkin sendirian, karena pasti dipantau Gusti Allah)".
Poin dari sekelumit kisah yang saya tangkap dari para sesepuh ini memberi pelajaran bahwa manusia kerap mendahulukan "keakuannya", yakni kerap melupakan segala hal yang dimiliki, diraih, dicapai sejatinya berstatus "pinjaman" dari Allah.
Bahkan, tak kepalang tanggung mereka mengeklaim segala kesuksesan, kepangkatan, kekayaan, kekuasaan dll adalah hasil dari jerih payah "dirinya sendiri" kemudian menomorsekiankan Allah.
Demikian pula tatkala rasa sayang, cinta pada dunia terlanjur menancap dalam ulu hati seseorang hingga ia melupakan Allah sang pemilik sejati, maka akan terasa sangat sakit dan perih pula saat dicabut dan diambil pemiliknya.
Semoga sekelumit coretan hasil dari sowan poro sesepuh ini bermanfaat, kawan.
____________
*PW LTNNU Jatim
from Kisah Kiai Sholeh Kuningan Blitar dan Anjing Milik Van Der Plas Halaqoh
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/11/kisah-kiai-sholeh-kuningan-blitar-dan.html Kisah Kiai Sholeh Kuningan Blitar dan Anjing Milik Van Der Plas
Comments
Post a Comment