Menyambut Semangat Berhijrah di Tahun Baru Hijriah
Menyambut Semangat Berhijrah di Tahun Baru Hijriah
Oleh: Zia Ul Haq
Ada tiga dhawuh Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad yang masih sangat kuingat. Tiga dhawuh ini selalu kurapalkan dan kerap kali kusampaikan di berbagai kesempatan.
Dhawuh pertama berkaitan dengan gelora spiritualitas dan pantikan hidayah dari Tuhan untuk berubah. Atau dalam istilah kekinian; semangat berhijrah. Imam Haddad menyebut pantikan semacam ini sebagai "ba'its" atau "pembangkit".
Kata beliau, jika di dalam hati kita terbersit keinginan untuk berubah, bertobat, mentas dari kegelapan, maka bersitan hati itu harus segera disambut! Jangan dibiarkan, apalagi diabaikan. Sebab hal semacam itu adalah anugerah ilahiyah yang tak sembarang waktu ada, tak sembarang orang mendapatkannya.
Maka Imam Haddad menyatakan;
كم من مسلم بلغ عمره ثمانين سنة واكثر لم يجد هذا الباعث ولم يطرقه يوما من الدهر
"Betapa banyak muslim yang usianya sampai delapan puluh tahun atau lebih, namun tak menemukan semangat berubah, tak mengantarnya pada hidayah seharipun sepanjang usia."
Maka siapapun yang sedang mengalami gelora perubahan batin ini semestinya berbahagia. Pun orang lain yang melihat fenomena hijrah semacam itu harus bergembira, bukan malah pesimis. Jika ada kekurangan dalam proses hijrah itu, maka musti dibantu untuk diperbaiki, bukan malah dinyinyiri.
Dhawuh kedua, berkaitan dengan pemolesan jiwa setelah mendapatkan ba'its. Yakni dengan menghidupkan malam untuk sujud dan bermunajat. Diriwayatkan bahwa orang yang gemar bangun malam untuk bermunajat diliputi cahaya yang auranya menjulang ke langit.
Oleh sebab cahaya itulah para penghidup malam bisa dikenali oleh para malaikat dan arwah suci. Bahkan bagi orang-orang linuwih, mereka bisa melihat mana orang yang gemar munajat malam sebab cahayanha, mana orang yang terjerembab maksiat sebab gelap dan amisnya.
Imam Haddad menegaskan bahwa aktivitas malam dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Tuhan jauh lebih nikmat ketimbang foya-foya yang melalaikan. Hal ini berlaku bukan pada ibadah malam sebenarnya, tetapi juga pada segenap jenis pengabdian pada Tuhan dibandingkan dengan segala rupa pembangkangan kepada-Nya.
Ya jelas saja. Kenikmatan hakiki yang dirasakan jiwa tak sebanding dengan kenikmatan semu yang dicicipi raga. Imam Haddad menyatakan;
اهل الليل في ليله الذ من اهل اللهو في لهوه
"Penghuni malam di dalam ibadah malamnya lebih lezat dibanding penghuni kelalaian dalam kelalaiannya."
Maka pengokohan hijrah jiwa dari keburukan menuju kebaikan adalah dengan merasakan kelezatan yang terhidang di setiap ketaatan. Kalau taat sekedar formalitas, maka yang terasa hanya beban dan kewajiban, bukan cinta dan kelezatan.
Dhawuh ketiga, berkaitan dengan etika sosial yang tetap berlandaskan pada spiritualitas. Tidak sempurna hijrah diri hanya dengan giat melakoni beragam ritual tanpa memedulikan tanggung jawab sosial.
Ibarat burung yang bersayap kokoh namun kakinya terjerat reranting di atas tanah. Sekuat apapun kepak sayapnya hendak terbang, ia takkan sampai kemanapun, apalagi ke puncak tertinggi pepohonan. Oleh sebab itu Imam Haddad dhawuh;
من كانت ذمته مرتهنة بحقوق الخلق لا يمكنه السير الى الحق
"Orang yang masih terikat tanggung jawab dengan hak-hak sesama makhluk tak mungkin melaju menuju Kebenaran Tuhan."
Artinya, setiap perjalanan hijrah individual musti diimbangi pemapanan hubungan sosial. Jangan sampai semangat hijrah yang menggebu justru melalaikan dari tanggung jawab sosial. Entah kepada keluarga, saudara, rekan kerja, atau bahkan orang tua.
Sering kita dengar kisah hijrah orang yang kemudian menelantarkan keluarganya. Ada yang terus berlanjut begitu, ada yang kemudian tak tahan dan akhirnya malah counter-hijrah. Tak lain itu semua sebab berlebihan, atau setidaknya karena kurang paham bahwa tanggung jawab sosial juga merupakan unsur penting dalam perjalanan spiritual.
Intinya, perjalanan hijrah setiap diri musti diawali dengan penyambutan yanh antusias terhadap bersit hidayah. Lalu dihayati dengan mengakrabi malam dengan segenap kelezatannya, menikmati setiap laku ketaatan bukan sebagai rutinitas hampa, melainkan hidanhan lezat bahi jiwa. Kemudian tidak melalaikan tanggung jawab sebagai makhluk sosial di tengah masyarakat, tidak menyakiti dan melalimi siapapun makhluk Tuhan di muka bumi.
Selamat tahun baru hijriah dan selamat berhijrah!
__
Kalibening Salatiga, Ahad 1 Muharram 1441
Menyambut Semangat Berhijrah di Tahun Baru Hijriah from Santrijagad
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/08/menyambut-semangat-berhijrah-di-tahun.html Menyambut Semangat Berhijrah di Tahun Baru Hijriah
Oleh: Zia Ul Haq
Ada tiga dhawuh Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad yang masih sangat kuingat. Tiga dhawuh ini selalu kurapalkan dan kerap kali kusampaikan di berbagai kesempatan.
Dhawuh pertama berkaitan dengan gelora spiritualitas dan pantikan hidayah dari Tuhan untuk berubah. Atau dalam istilah kekinian; semangat berhijrah. Imam Haddad menyebut pantikan semacam ini sebagai "ba'its" atau "pembangkit".
Kata beliau, jika di dalam hati kita terbersit keinginan untuk berubah, bertobat, mentas dari kegelapan, maka bersitan hati itu harus segera disambut! Jangan dibiarkan, apalagi diabaikan. Sebab hal semacam itu adalah anugerah ilahiyah yang tak sembarang waktu ada, tak sembarang orang mendapatkannya.
Maka Imam Haddad menyatakan;
كم من مسلم بلغ عمره ثمانين سنة واكثر لم يجد هذا الباعث ولم يطرقه يوما من الدهر
"Betapa banyak muslim yang usianya sampai delapan puluh tahun atau lebih, namun tak menemukan semangat berubah, tak mengantarnya pada hidayah seharipun sepanjang usia."
Maka siapapun yang sedang mengalami gelora perubahan batin ini semestinya berbahagia. Pun orang lain yang melihat fenomena hijrah semacam itu harus bergembira, bukan malah pesimis. Jika ada kekurangan dalam proses hijrah itu, maka musti dibantu untuk diperbaiki, bukan malah dinyinyiri.
Dhawuh kedua, berkaitan dengan pemolesan jiwa setelah mendapatkan ba'its. Yakni dengan menghidupkan malam untuk sujud dan bermunajat. Diriwayatkan bahwa orang yang gemar bangun malam untuk bermunajat diliputi cahaya yang auranya menjulang ke langit.
Oleh sebab cahaya itulah para penghidup malam bisa dikenali oleh para malaikat dan arwah suci. Bahkan bagi orang-orang linuwih, mereka bisa melihat mana orang yang gemar munajat malam sebab cahayanha, mana orang yang terjerembab maksiat sebab gelap dan amisnya.
Imam Haddad menegaskan bahwa aktivitas malam dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Tuhan jauh lebih nikmat ketimbang foya-foya yang melalaikan. Hal ini berlaku bukan pada ibadah malam sebenarnya, tetapi juga pada segenap jenis pengabdian pada Tuhan dibandingkan dengan segala rupa pembangkangan kepada-Nya.
Ya jelas saja. Kenikmatan hakiki yang dirasakan jiwa tak sebanding dengan kenikmatan semu yang dicicipi raga. Imam Haddad menyatakan;
اهل الليل في ليله الذ من اهل اللهو في لهوه
"Penghuni malam di dalam ibadah malamnya lebih lezat dibanding penghuni kelalaian dalam kelalaiannya."
Maka pengokohan hijrah jiwa dari keburukan menuju kebaikan adalah dengan merasakan kelezatan yang terhidang di setiap ketaatan. Kalau taat sekedar formalitas, maka yang terasa hanya beban dan kewajiban, bukan cinta dan kelezatan.
Dhawuh ketiga, berkaitan dengan etika sosial yang tetap berlandaskan pada spiritualitas. Tidak sempurna hijrah diri hanya dengan giat melakoni beragam ritual tanpa memedulikan tanggung jawab sosial.
Ibarat burung yang bersayap kokoh namun kakinya terjerat reranting di atas tanah. Sekuat apapun kepak sayapnya hendak terbang, ia takkan sampai kemanapun, apalagi ke puncak tertinggi pepohonan. Oleh sebab itu Imam Haddad dhawuh;
من كانت ذمته مرتهنة بحقوق الخلق لا يمكنه السير الى الحق
"Orang yang masih terikat tanggung jawab dengan hak-hak sesama makhluk tak mungkin melaju menuju Kebenaran Tuhan."
Artinya, setiap perjalanan hijrah individual musti diimbangi pemapanan hubungan sosial. Jangan sampai semangat hijrah yang menggebu justru melalaikan dari tanggung jawab sosial. Entah kepada keluarga, saudara, rekan kerja, atau bahkan orang tua.
Sering kita dengar kisah hijrah orang yang kemudian menelantarkan keluarganya. Ada yang terus berlanjut begitu, ada yang kemudian tak tahan dan akhirnya malah counter-hijrah. Tak lain itu semua sebab berlebihan, atau setidaknya karena kurang paham bahwa tanggung jawab sosial juga merupakan unsur penting dalam perjalanan spiritual.
Intinya, perjalanan hijrah setiap diri musti diawali dengan penyambutan yanh antusias terhadap bersit hidayah. Lalu dihayati dengan mengakrabi malam dengan segenap kelezatannya, menikmati setiap laku ketaatan bukan sebagai rutinitas hampa, melainkan hidanhan lezat bahi jiwa. Kemudian tidak melalaikan tanggung jawab sebagai makhluk sosial di tengah masyarakat, tidak menyakiti dan melalimi siapapun makhluk Tuhan di muka bumi.
Selamat tahun baru hijriah dan selamat berhijrah!
__
Kalibening Salatiga, Ahad 1 Muharram 1441
Menyambut Semangat Berhijrah di Tahun Baru Hijriah from Santrijagad
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/08/menyambut-semangat-berhijrah-di-tahun.html Menyambut Semangat Berhijrah di Tahun Baru Hijriah
Comments
Post a Comment