Bagaimanakah Nyambung Sanad Ngaji Live Streaming?
Bagaimanakah Nyambung Sanad Ngaji Live Streaming?
Oleh: Ahmad Karomi*
Sebaran konten yang menjamur lintas platform, khususnya di laman medsos seperti Facebook, Youtube, Twitter, Instagram secara massif telah memasuki ruang pribadi maupun ruang publik. Di tengah ruang rapat, ruang tamu, dapur, kamar tidur، kamar mandi, halte, terminal, stasiun, di atas bantal, guling, atap genting, lautan, antariksa, semua telah terhubung terkoneksi terkepung oleh jaringan medsos. Kecuali beberapa kalangan yang enggan berinteraksi dengan gawai canggih itu lantaran ribet mengoperasionalkan.
Suguhan demi suguhan dari medsos dengan ragam narasi menegaskan bahwa media sosial memiliki efek yang luar biasa dalam menarik perhatian bahkan sangat bisa membentuk opini publik.
Perebutan ruang di medsos pun tak bisa dihindari. Siapapun yang tampil di laman medsos seketika itu juga menjadi sosok publik figur yang--parahnya--diimani, diikuti dan ditahbiskan sebagai ulama, ustadz, imam yang suci dari debu. Padahal kredibilitas keilmuannya masih disangsikan. Bagaimana tidak? lha wong hanya bermodalkan surban, hafal beberapa ayat yang diterjemahkan ngawur, diselipi seni misuh dan mengumpat, cukup dalam sekejap dia menjadi seorang ustaz, da'i selaksa umat amit-amit.
Citra yang dibangun sedemikian rupa melalui framing media sebenarnya memiliki tujuan, diantaranya: mengorbitkan sang ustadz sendiri dan mempengaruhi audiens dengan teks-verbal yang dibungkus dengan kemasan kesalehan simbolik dan pastinya disupport seperangkat tim media yang solid.
Uniknya, sebagian besar masyarakat jagat maya (netizen) sangat menyukai hal ini. Tak peduli sanad ilmu sang ustaz dari mana, yang penting viewer, like, dan subscribernya jutaan. Seolah nalar kritis netizen tergusur oleh apa kata jempol dan subscriber.
Mencari Sanad Ngaji di Jagat Medsos
Dalam tulisan Ayung Notonegoro yang berjudul Ngaji Pasanan Syekh Masduqi dan Sanad Ngaji Kitab Asybah bahwa era saat ini marak pengajian live streaming Facebook-Youtube yang diisi oleh para kiai, gawagis, mutakharrijin (alumni) pesantren kiranya perlu lahir konsep "menyambung sanad ngaji" via live streaming.
Sebut saja di dunia maya ada pengajian rutin Rais Aam KH. Miftachul Akhyar yang ngaji kitab Hikam, KH. Mustofa Bisri ngaji kitab Kimiaussa'adah, Mas Kiai Ulil Abshar ngaji Ihya' Ulumuddin, KH. Husein Muhammad, dan pengajian live streaming lain di Facebook dan Youtube oleh para alumni pesantren seantero Nusantara yang sudah bisa dipastikan kevalidan sanad ngajinya.
Para kiai, gawagis dan mutakharrijin di atas memilih pengajian dengan konsep ngaji live streaming ini sebenarnya demi mentradisikan "sesuatu yang baru" sesuai motto "al-akhdzu bil jadid al-ashlah" sekaligus menghadirkan suasana ngaji ala pesantren di tengah isu radikalisasi dan terorisme yang konon muncul dari kesalahan memahami agama. Dan pula jagat medsos masih banyak ruang kosong yang kudu diisi ngaji live streaming ala pesantren. Bahkan bagi sebagian alumni pesantren, fenomena live streaming juga bermanfaat untuk "nambal makno".
Terlebih hal ini belum bergerak secara massif dan kurang diperhatikan serius, lantaran berbagai kendala teknis, mulai dari persoalan yang berkaitan dengan jurnalistik hingga kesiapan mental sang ustadz pesantren. Padahal pengajian live streaming sejatinya sebagai media penyambung (rabith) antara netizen dengan literatur pesantren, khususnya "ikatan batin" kepada masyayikh.
Seperti yang kita ketahui bersama, media adalah agen konstruksi realitas yang saling berkait paut melibatkan beberapa pihak hingga membentuk sebuah narasi-opini. Dan narasi paling menyeramkan adalah dimana "kesalahan disetel berulang-ulang agar menjadi kebenaran/post-truth".
Semisal, bila pendakwah berkata kotor diulang berkali-kali dan disebar dipertontonkan, maka di satu titik tertentu audiens akan mengiyakan statemen pendakwah itu. Sungguh mengerikan, jikalau hal ini terjadi pada orang yang kita sayangi tiba-tiba terjangkit virus paham doyan "ngafirkan" dan "membenarkan" pahamnya sendiri.
Dari sinilah perlunya menelisik, cross cek, mengenal dengan baik siapakah ustadz, guru, ulama yang dianut. Terlebih dalam rimba medsos harusnya semakin berhati-hati. Nah, dengan demikian "sanad ngaji" berperan penting menjadi tolok ukurnya. Bagaimana caranya agar nyambung sanad ngaji kepada para ulama yang sahih keilmuannya?
Berikut tips menyambung sanad (ittishal sanad) ngaji live streaming dengan mengadopsi istilah-istilah dalam ulumul hadith:
1. Sama’ah min kalam al-ustadz (mendengar perkataan ustadz), dan sebaiknya disimak dengan seksama. Usahakan saat ngaji streaming tidak terganggu oleh sinyal buruk.
2. Liqa' (bertemu) yang diaplikasikan oleh video streaming, namun alangkah baiknya ada agenda silaturahmi, sowan atau ngaji tatap muka/kopdar agar bisa saling mengenal.
3. Qira`ah bi hadroh al-ustadz (membaca ulang di hadapan ustadz), yakni perlu ada semacam presentasi dari murid dan dialog tanya jawab terkait materi yang diajikan.
4. Kitabah (mencatat, merekam) ajaran guru dan diperiksa oleh guru untuk dikoreksi sehingga menjadi semacam dokumentasi. Biasanya kitab bisa didownload dalam bentuk pdf. Ringkasnya, saat live streaming usahakan para santri virtual "memiliki kitab yang diajikan" dan mencatat segala keterangan ustadznya. Termasuk tanggal ngajinya.
5. Ijazah (mendapatkan izin/restu) untuk mengajarkan-mengamalkan ilmu yang telah diperoleh selama live streaming.
Dari poin-poin ini, bila diterapkan, insyaallah kemuttasilan sanad ngaji netizen bisa diakui. Sebab dari sinilah distingsi (perbedaan) antara ngaji live streaming ala pesantren dengan ngaji streaming ala ustadz medsos dadakan layaknya tahu bulat 500-an yang hanya berbekal public speaking, gesture tubuh dan wajah menarik saja.
Diakui atau tidak, "menyambung sanad ngaji" via streaming tetaplah tidak bisa menggantikan keistimewaan "sanad ngaji langsung di pesantren". Pasalnya, "sanad ngaji via streaming" terdapat kelemahan di tengah kelebihannya, yakni tidak ditemukannya "sanad ngaji lelaku" (akhlak) yang ternyata hanya bisa ditimba melalui mondok di pesantren.
Sebagai pamungkas coretan mengutip Zamakhsyari Dhofier bahwa sesungguhnya tujuan utama pesantren tidak semata-mata untuk mencetak santri cerdas brilian, tetapi lebih dari itu, mengukir jiwa penuh akhlakul karimah, meninggikan moral, melatih, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang santun bermoral.
Prepare Surabaya, 20-05-2019
_________________
*PW LTNNU Jatim, Alumni Al-Falah Ploso.
from Bagaimanakah Nyambung Sanad Ngaji Live Streaming? Halaqoh
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/05/bagaimanakah-nyambung-sanad-ngaji-live.html Bagaimanakah Nyambung Sanad Ngaji Live Streaming?
Oleh: Ahmad Karomi*
Sebaran konten yang menjamur lintas platform, khususnya di laman medsos seperti Facebook, Youtube, Twitter, Instagram secara massif telah memasuki ruang pribadi maupun ruang publik. Di tengah ruang rapat, ruang tamu, dapur, kamar tidur، kamar mandi, halte, terminal, stasiun, di atas bantal, guling, atap genting, lautan, antariksa, semua telah terhubung terkoneksi terkepung oleh jaringan medsos. Kecuali beberapa kalangan yang enggan berinteraksi dengan gawai canggih itu lantaran ribet mengoperasionalkan.
Suguhan demi suguhan dari medsos dengan ragam narasi menegaskan bahwa media sosial memiliki efek yang luar biasa dalam menarik perhatian bahkan sangat bisa membentuk opini publik.
Perebutan ruang di medsos pun tak bisa dihindari. Siapapun yang tampil di laman medsos seketika itu juga menjadi sosok publik figur yang--parahnya--diimani, diikuti dan ditahbiskan sebagai ulama, ustadz, imam yang suci dari debu. Padahal kredibilitas keilmuannya masih disangsikan. Bagaimana tidak? lha wong hanya bermodalkan surban, hafal beberapa ayat yang diterjemahkan ngawur, diselipi seni misuh dan mengumpat, cukup dalam sekejap dia menjadi seorang ustaz, da'i selaksa umat amit-amit.
Citra yang dibangun sedemikian rupa melalui framing media sebenarnya memiliki tujuan, diantaranya: mengorbitkan sang ustadz sendiri dan mempengaruhi audiens dengan teks-verbal yang dibungkus dengan kemasan kesalehan simbolik dan pastinya disupport seperangkat tim media yang solid.
Uniknya, sebagian besar masyarakat jagat maya (netizen) sangat menyukai hal ini. Tak peduli sanad ilmu sang ustaz dari mana, yang penting viewer, like, dan subscribernya jutaan. Seolah nalar kritis netizen tergusur oleh apa kata jempol dan subscriber.
Mencari Sanad Ngaji di Jagat Medsos
Dalam tulisan Ayung Notonegoro yang berjudul Ngaji Pasanan Syekh Masduqi dan Sanad Ngaji Kitab Asybah bahwa era saat ini marak pengajian live streaming Facebook-Youtube yang diisi oleh para kiai, gawagis, mutakharrijin (alumni) pesantren kiranya perlu lahir konsep "menyambung sanad ngaji" via live streaming.
Sebut saja di dunia maya ada pengajian rutin Rais Aam KH. Miftachul Akhyar yang ngaji kitab Hikam, KH. Mustofa Bisri ngaji kitab Kimiaussa'adah, Mas Kiai Ulil Abshar ngaji Ihya' Ulumuddin, KH. Husein Muhammad, dan pengajian live streaming lain di Facebook dan Youtube oleh para alumni pesantren seantero Nusantara yang sudah bisa dipastikan kevalidan sanad ngajinya.
Para kiai, gawagis dan mutakharrijin di atas memilih pengajian dengan konsep ngaji live streaming ini sebenarnya demi mentradisikan "sesuatu yang baru" sesuai motto "al-akhdzu bil jadid al-ashlah" sekaligus menghadirkan suasana ngaji ala pesantren di tengah isu radikalisasi dan terorisme yang konon muncul dari kesalahan memahami agama. Dan pula jagat medsos masih banyak ruang kosong yang kudu diisi ngaji live streaming ala pesantren. Bahkan bagi sebagian alumni pesantren, fenomena live streaming juga bermanfaat untuk "nambal makno".
Terlebih hal ini belum bergerak secara massif dan kurang diperhatikan serius, lantaran berbagai kendala teknis, mulai dari persoalan yang berkaitan dengan jurnalistik hingga kesiapan mental sang ustadz pesantren. Padahal pengajian live streaming sejatinya sebagai media penyambung (rabith) antara netizen dengan literatur pesantren, khususnya "ikatan batin" kepada masyayikh.
Seperti yang kita ketahui bersama, media adalah agen konstruksi realitas yang saling berkait paut melibatkan beberapa pihak hingga membentuk sebuah narasi-opini. Dan narasi paling menyeramkan adalah dimana "kesalahan disetel berulang-ulang agar menjadi kebenaran/post-truth".
Semisal, bila pendakwah berkata kotor diulang berkali-kali dan disebar dipertontonkan, maka di satu titik tertentu audiens akan mengiyakan statemen pendakwah itu. Sungguh mengerikan, jikalau hal ini terjadi pada orang yang kita sayangi tiba-tiba terjangkit virus paham doyan "ngafirkan" dan "membenarkan" pahamnya sendiri.
Dari sinilah perlunya menelisik, cross cek, mengenal dengan baik siapakah ustadz, guru, ulama yang dianut. Terlebih dalam rimba medsos harusnya semakin berhati-hati. Nah, dengan demikian "sanad ngaji" berperan penting menjadi tolok ukurnya. Bagaimana caranya agar nyambung sanad ngaji kepada para ulama yang sahih keilmuannya?
Berikut tips menyambung sanad (ittishal sanad) ngaji live streaming dengan mengadopsi istilah-istilah dalam ulumul hadith:
1. Sama’ah min kalam al-ustadz (mendengar perkataan ustadz), dan sebaiknya disimak dengan seksama. Usahakan saat ngaji streaming tidak terganggu oleh sinyal buruk.
2. Liqa' (bertemu) yang diaplikasikan oleh video streaming, namun alangkah baiknya ada agenda silaturahmi, sowan atau ngaji tatap muka/kopdar agar bisa saling mengenal.
3. Qira`ah bi hadroh al-ustadz (membaca ulang di hadapan ustadz), yakni perlu ada semacam presentasi dari murid dan dialog tanya jawab terkait materi yang diajikan.
4. Kitabah (mencatat, merekam) ajaran guru dan diperiksa oleh guru untuk dikoreksi sehingga menjadi semacam dokumentasi. Biasanya kitab bisa didownload dalam bentuk pdf. Ringkasnya, saat live streaming usahakan para santri virtual "memiliki kitab yang diajikan" dan mencatat segala keterangan ustadznya. Termasuk tanggal ngajinya.
5. Ijazah (mendapatkan izin/restu) untuk mengajarkan-mengamalkan ilmu yang telah diperoleh selama live streaming.
Dari poin-poin ini, bila diterapkan, insyaallah kemuttasilan sanad ngaji netizen bisa diakui. Sebab dari sinilah distingsi (perbedaan) antara ngaji live streaming ala pesantren dengan ngaji streaming ala ustadz medsos dadakan layaknya tahu bulat 500-an yang hanya berbekal public speaking, gesture tubuh dan wajah menarik saja.
Diakui atau tidak, "menyambung sanad ngaji" via streaming tetaplah tidak bisa menggantikan keistimewaan "sanad ngaji langsung di pesantren". Pasalnya, "sanad ngaji via streaming" terdapat kelemahan di tengah kelebihannya, yakni tidak ditemukannya "sanad ngaji lelaku" (akhlak) yang ternyata hanya bisa ditimba melalui mondok di pesantren.
Sebagai pamungkas coretan mengutip Zamakhsyari Dhofier bahwa sesungguhnya tujuan utama pesantren tidak semata-mata untuk mencetak santri cerdas brilian, tetapi lebih dari itu, mengukir jiwa penuh akhlakul karimah, meninggikan moral, melatih, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang santun bermoral.
Prepare Surabaya, 20-05-2019
_________________
*PW LTNNU Jatim, Alumni Al-Falah Ploso.
from Bagaimanakah Nyambung Sanad Ngaji Live Streaming? Halaqoh
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/05/bagaimanakah-nyambung-sanad-ngaji-live.html Bagaimanakah Nyambung Sanad Ngaji Live Streaming?
Comments
Post a Comment