Harga Penghafal Al-Quran di Brunei Darussalam
Harga Penghafal Al-Quran di Brunei Darussalam
Sejak Ahad hingga Kamis (27/1-7/2), W Eka Wahyudi berada di Brunei Darussalam. Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Jawa Timur ini mengikuti joint student conference. Berikut pengalaman kandidat doktor di Universitas Islam Malang (Unisma) ini yang diceritakan khusus kepada halaqoh dotnet.
Dengan penduduk yang mini dan luas wilayah yang mungil, Brunei Darusalam menisbatkan negaranya sebagai negara Islam. Namun terasa unik dan khas. Karena formalitas Islam di sana tak sekaku sebagaimana anggapan kita akan daulah islamiyah, tak tercermin layaknya negara di Timur Tengah. Brunei masih merangkul dan mengadopsi nilai-nilai lokal sebagai bagian dari falsafah negara. Maka tidak heran, negara yang menempel di punggung pulau Kalimantan ini mendeklarasikan dirinya sebagai “Islam Melayu Beraja” (IMB). Hubungan dialektis antara Islam dan tradisi di negara tersebut, sama persis dengan konsep Islam nusantara. Mutualistik-harmonis dan saling mengadopsi satu sama lain. Bedanya pada aspek implementasi, jika Islam Nusantara “masih” menjadi gerakan kultural-intelektual, maka IMB sudah merambah jauh menjadi jalur struktural kenegaraan.
Di negara ini, terdapat sebuah institusi pengajaran Islam bernama Institut Tahfiz Al-Quran Sultan Hassanal Bolkiah. Satu-satunya pesantren yang mengambil genre hafalan Al-Quran. Mulanya, jika ingin nyantri, para penduduk Brunei menyebar di berbagai wilayah, misalnya di Pengajian Hafazan al-Quran di rumah persendirian (rumah guru ngaji), di Madrasatul Quran, Kubang Bujuk Serada Trengganu, Ma’had Tahfiz Selangor di Malaysia, Ma’had Shoubra Qira’at, di Kairo-Mesir, bahkan juga ada masyarakat Brunei yang nyantri di Ponpes Kedonglo Kediri, Jawa Timur.
Namun pasca tahun 1993, dengan “amal jariyah Sang Sultan” mendirikan Institut Tahfiz Al-Quran (ITQ) ini. Siapapun warga Brunei yang ingin mondok diarak ke satu tempat. Di era assabiqunal awwalun ini, ITQ mendapat 45 santri. Dan menerima santri perempuan pada tahun 1995 sebanyak 14 orang.
Pesantren ini baru diresmikan pada tahun 2000, di bawah naungan yayasan kerajaan tahun 2003. Selang beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2006 lembaga ini beralih di bawah pentabdiran (administrasi) Kementerian Hal Ehwal Ugama (Kementerian Agama) sampai hari ini.
Pesantren yang kini memiliki 500 santi tersebut, menggunakan gaya qiraah Imam Hafs sebagaimana lazimnya di Indonesia. Dengan target hafalan bisa dituntaskan selama 3 tahun atau 6 semester.
Pesantren telah mengomposisikan surat apa yang harus dilahap habis tiap semesternya. Yaitu: semester 1 (5 Juz: al-Fatihah hingga an-Nisa), semester 2 (6 Juz: an-Nisa sampai at-Taubah), semester 3 (5 Juz: at-Taubah hingga Taha), semester 4 (6 Juz: al-Anbiya’ sampai Yasin), semester 5 (5 Juz: Yaasin hingga al-Hadid) dan al-Mujadilah sampai dengan an-Nas dituntaskan pada semester terakhir.
Para penghafal tidak boleh meninggalkan yang ditargetkan selama 8 jam. Itulah strategi pesantren untuk menjaga hafalan Al-Quran para santri. Dengan lain kata, jika kita nyantri di sana, pasca berhasil menghafal beberapa ayat, tidak boleh ditinggalkan untuk dimurajaah lebih dari 8 jam. Selain itu, untuk memaksimalkan efisiensi hafalan, satu guru hanya boleh mengawal maksimal 10 santri. Tak boleh lebih, namun kurang tidak masalah.
Penghafal Al-Quran adalah Juragan
Menjadi santri di sini layaknya menjadi juragan di Indonesia. Mendapatkan fasilitas asrama, buku teks, makanan selama nyantri bahkan memperoleh elaun (tunjangan) dari sultan setiap bulan, serta elaun penempatan kerja. Itulah harga yang diperoleh bagi para santri penghafal Al-Quran.
Di Brunei, para penghafal Al-Quran bernilai mahal. Jika ada seorang santri yang telah hafal 10 juz dan berhasil menjawab 6 pertanyaan dari sang guru, memperoleh hadiah 200 dolar dari Sultan (sekitar 2 juta) setiap bulannya. Adapun yang hafal 20 juz mampu menjawab 12 pertanyaan, ia akan mendapatkan insentif 4 juta rutin tiap bulan. Dan barangsiapa yang mampu menjawab 18 pertanyaan dengan hafalan lengkap 30 juz, yang bersangkutan akan mendapatkan elaun sebanyak 1000 dolar/ 10 juta per bulan. Semua tunjangan itu berjalan selama 10 tahun.
Ustadz Ali Sabri yang menjadi salah satu ustadz, bahkan mampu membeli mobil milyaran rupiah hanya dengan bermodal hafalan Al-Quran. Ia juga mengaku, membiayai pernikahannya yang menelan biaya 29.000 dolar atau setara 290 juta rupiah, dengan bermodal hafalan Al-Quran.
Dengan mengunjungi Brunei, anggapan yang mengatakan bahwa menghafal Al-Quran hanya untuk kepentingan akhirat, otomatis terpatahkan. Bagaimana, berminat menghafal Al-Quran di Brunei, atau cukup dengan hafal Pancasila saja? (s@if)
from Harga Penghafal Al-Quran di Brunei Darussalam Halaqoh
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/01/harga-penghafal-al-quran-di-brunei.html Harga Penghafal Al-Quran di Brunei Darussalam
Sejak Ahad hingga Kamis (27/1-7/2), W Eka Wahyudi berada di Brunei Darussalam. Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Jawa Timur ini mengikuti joint student conference. Berikut pengalaman kandidat doktor di Universitas Islam Malang (Unisma) ini yang diceritakan khusus kepada halaqoh dotnet.
Dengan penduduk yang mini dan luas wilayah yang mungil, Brunei Darusalam menisbatkan negaranya sebagai negara Islam. Namun terasa unik dan khas. Karena formalitas Islam di sana tak sekaku sebagaimana anggapan kita akan daulah islamiyah, tak tercermin layaknya negara di Timur Tengah. Brunei masih merangkul dan mengadopsi nilai-nilai lokal sebagai bagian dari falsafah negara. Maka tidak heran, negara yang menempel di punggung pulau Kalimantan ini mendeklarasikan dirinya sebagai “Islam Melayu Beraja” (IMB). Hubungan dialektis antara Islam dan tradisi di negara tersebut, sama persis dengan konsep Islam nusantara. Mutualistik-harmonis dan saling mengadopsi satu sama lain. Bedanya pada aspek implementasi, jika Islam Nusantara “masih” menjadi gerakan kultural-intelektual, maka IMB sudah merambah jauh menjadi jalur struktural kenegaraan.
Di negara ini, terdapat sebuah institusi pengajaran Islam bernama Institut Tahfiz Al-Quran Sultan Hassanal Bolkiah. Satu-satunya pesantren yang mengambil genre hafalan Al-Quran. Mulanya, jika ingin nyantri, para penduduk Brunei menyebar di berbagai wilayah, misalnya di Pengajian Hafazan al-Quran di rumah persendirian (rumah guru ngaji), di Madrasatul Quran, Kubang Bujuk Serada Trengganu, Ma’had Tahfiz Selangor di Malaysia, Ma’had Shoubra Qira’at, di Kairo-Mesir, bahkan juga ada masyarakat Brunei yang nyantri di Ponpes Kedonglo Kediri, Jawa Timur.
Namun pasca tahun 1993, dengan “amal jariyah Sang Sultan” mendirikan Institut Tahfiz Al-Quran (ITQ) ini. Siapapun warga Brunei yang ingin mondok diarak ke satu tempat. Di era assabiqunal awwalun ini, ITQ mendapat 45 santri. Dan menerima santri perempuan pada tahun 1995 sebanyak 14 orang.
Pesantren ini baru diresmikan pada tahun 2000, di bawah naungan yayasan kerajaan tahun 2003. Selang beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2006 lembaga ini beralih di bawah pentabdiran (administrasi) Kementerian Hal Ehwal Ugama (Kementerian Agama) sampai hari ini.
Pesantren yang kini memiliki 500 santi tersebut, menggunakan gaya qiraah Imam Hafs sebagaimana lazimnya di Indonesia. Dengan target hafalan bisa dituntaskan selama 3 tahun atau 6 semester.
Pesantren telah mengomposisikan surat apa yang harus dilahap habis tiap semesternya. Yaitu: semester 1 (5 Juz: al-Fatihah hingga an-Nisa), semester 2 (6 Juz: an-Nisa sampai at-Taubah), semester 3 (5 Juz: at-Taubah hingga Taha), semester 4 (6 Juz: al-Anbiya’ sampai Yasin), semester 5 (5 Juz: Yaasin hingga al-Hadid) dan al-Mujadilah sampai dengan an-Nas dituntaskan pada semester terakhir.
Para penghafal tidak boleh meninggalkan yang ditargetkan selama 8 jam. Itulah strategi pesantren untuk menjaga hafalan Al-Quran para santri. Dengan lain kata, jika kita nyantri di sana, pasca berhasil menghafal beberapa ayat, tidak boleh ditinggalkan untuk dimurajaah lebih dari 8 jam. Selain itu, untuk memaksimalkan efisiensi hafalan, satu guru hanya boleh mengawal maksimal 10 santri. Tak boleh lebih, namun kurang tidak masalah.
Penghafal Al-Quran adalah Juragan
Menjadi santri di sini layaknya menjadi juragan di Indonesia. Mendapatkan fasilitas asrama, buku teks, makanan selama nyantri bahkan memperoleh elaun (tunjangan) dari sultan setiap bulan, serta elaun penempatan kerja. Itulah harga yang diperoleh bagi para santri penghafal Al-Quran.
Di Brunei, para penghafal Al-Quran bernilai mahal. Jika ada seorang santri yang telah hafal 10 juz dan berhasil menjawab 6 pertanyaan dari sang guru, memperoleh hadiah 200 dolar dari Sultan (sekitar 2 juta) setiap bulannya. Adapun yang hafal 20 juz mampu menjawab 12 pertanyaan, ia akan mendapatkan insentif 4 juta rutin tiap bulan. Dan barangsiapa yang mampu menjawab 18 pertanyaan dengan hafalan lengkap 30 juz, yang bersangkutan akan mendapatkan elaun sebanyak 1000 dolar/ 10 juta per bulan. Semua tunjangan itu berjalan selama 10 tahun.
Ustadz Ali Sabri yang menjadi salah satu ustadz, bahkan mampu membeli mobil milyaran rupiah hanya dengan bermodal hafalan Al-Quran. Ia juga mengaku, membiayai pernikahannya yang menelan biaya 29.000 dolar atau setara 290 juta rupiah, dengan bermodal hafalan Al-Quran.
Dengan mengunjungi Brunei, anggapan yang mengatakan bahwa menghafal Al-Quran hanya untuk kepentingan akhirat, otomatis terpatahkan. Bagaimana, berminat menghafal Al-Quran di Brunei, atau cukup dengan hafal Pancasila saja? (s@if)
from Harga Penghafal Al-Quran di Brunei Darussalam Halaqoh
from Berkah Ramadhan http://berkahramadhankita.blogspot.com/2019/01/harga-penghafal-al-quran-di-brunei.html Harga Penghafal Al-Quran di Brunei Darussalam
Comments
Post a Comment